Minggu, 27 Juli 2014
Sejarah Kota Bekasi
Sejarah Kota Bekasi - Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri, itulah sebutan Bekasi tempo dulu sebagai Ibukota Kerajaan Tarumanagara (358-669). Luas Kerajaan ini mencakup wilayah Bekasi, Sunda KElapa, Depok, Cibinong, Bogor sampai ke wilayah Sungai Cimanuk di Indramayu. Menurut para ahli sejarah dan fisiologi, leatak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri sebagai Ibukota Tarumanagara ialah di wilayah Bekasi sekarang.Dayeuh Sundasembawa inilah daerah asal Maharaja Tarusbawa (669-723 M) pendiri Kerajaan Sunda dan seterusnya menurunkan Raja-Raja Sunda hingga generasi ke-40 yaitu Ratu Ragumulya (1567-1579 M) Raja Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran) yang terakhir.
Wilayah Bekasi tercatat sebagai daerah yang banyak memberi infirmasi tentang keberadaan Tatar Sunda pada masa lampau. Diantaranya dgn ditemukannya empat prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Kebantenan. Keempat prasasti ini ialah keputusan (piteket) dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, Jayadewa 1482-1521 M) yang ditulis dalam lima lembar lempeng tembaga. Sejak abad ke 5 Masehi pada masa Kerajaan Tarumanagara abad kea 8 Kerajaan Galuh, & Kerajaan Pajajaran pada abad ke 14, Bekasi menjadi wilayah kekuasaan karena merupakan salah satu daerah strategis, yakni sebagai penghubung antara pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta).
Sejarah Sebelum Tahun 1949
Kota Bekasi ternyata mempunyai sejarah yg sangat panjang serta penuh dinamika. Ini dpt dibuktikan perkembangannya dari jaman ke jaman, sejak jaman Hindia Belanda, pundudukan militer Jepang, perang kemerdekaan & jaman Republik Indonesia. Di jaman Hindia Belanda, Bekasi masih ialah Kewedanaan (District), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat tersebut kehidupan masyarakatnya masih di kuasai oleh para tuan tanah keturunan Cina.
Kondisi ini terus berlanjut hingga pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut merubah kondisi warga ketika itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yg wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran serta Gun Matraman.Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah, nama Ken menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa/Kelurahan. Saat itu Ibu Kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede).
Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara merupakan Bapak Rubaya Suryanaatamirharja.Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus, kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanaan. Kewedanaan Bekasi masuk kedalam wilayah Batavia En Omelanden. Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Kerawang, sedangkan sebelah Barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandsch Indie 1948 No. 178 Negara Pasundan.
Sejarah Tahun 1949 sampai Terbentuknya Kota Bekasi
Sejarah setelah tahun 1949, ditandai dgn aksi unjuk rasa sekitar 40.000 rakyat Bekasi pada tgl 17 Februari 1950 di alum-alun Bekasi. Hadir pada acara tersebut Bapak Mu’min sebagai Residen Militer Daerah V. Inti dari unjuk rasa itu merupakan penyampaian pernyataan sikap sebagai berikut :
Rakyat bekasi mengajukan usul kepada Pemerintah Pusat agar kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi. Rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah) & 95 desa. Angka-angka itu secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto ”SWATANTRA WIBAWA MUKTI”.
Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (jl. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, ketika Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah Gedung Perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi. Pasalnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yg terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu Kecamatan Bekasi Timur, bekasi Selatan, Bekasi Barat serta Bekasi Utara, yg seluruhnya menjadi 18 kelurahan dan 8 desa.
Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tgl 20 April 1982, dgn walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono (1982 – 1988). Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi sampai tahun 1991 (1988 - 1991, setelah itu diubah oleh Bapak Drs. H. Khailani AR sampai tahun (1991 – 1997)
Pada Perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dgn cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi & roda perekonomian yg semakin bergairah. Sehingga status Kotif. Bekasi pun kembali di tingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang ”Kota”) melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 Menjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi ketika tersebut ialah Bapak Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998).
Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tgl 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H Nonon Sonthanie (1998-2003). Setelah pemilihan umum berlangsung terpilihlah Walikota serta Wakil Walikota Bekasi yaitu : Akhmad Zurfaih serta Moechtar Muhammad (perode 2003 - 2008).
Telah Terjadi 5 Kecelakaan Pemudik di Bekasi
Telah Terjadi 5 Kecelakaan Pemudik di Bekasi - Hingga H-2 Lebaran, Satlantas Polresta Bekasi Kota mencatat 5 peristiwa kecelakaan lalu lintas.
“Tidak ada korban jiwa. Namun dari lima peristiwa itu terdapat dua orang korban luka-luka,” ujar Wakasatlantas Polresta Bekasi Kota, AKP Mustamal kepada Gobekasi di pos pelayanan simpang BCP, Sabtu (26/7)
Lebih jauh kata Mustamal, 5 peristiwa itu melibatkan, kendaraan roda dua dengan empat tiga kali serta kendaraan roda dua serta roda dua sebanyak dua kali.
“Semuanya diselesaikan secara musyawarah di lokasi, dan untuk tempat kejadian paling rawan kecelakaan yaitu di Jl. K.H Noer Ali kalimalang, lantaran masih banyak beberapa titik yang penerangan kurang,” terangnya
Faktor lainnya adalah di lokasi itu menjadi jalur utama pemudik melalui Kalimalang Jakarta yg mengarah ke Pantura,.
“Kami himbau pemudik tetap berhati-hati & beristirahat minimal 3 jam sekali di pos-pos pam yang ada,” tandasnya
Sementara petugas Pos Pam di simpang empat Bekasi Cyber Park (BCP) mencatat, arus pemudik bersepeda motor yang melintas di Jalan Mayor Hasibuan antara pukul 08.00 WIB – 09.00 WIB tercatat 3.133 unit sepeda motor, antara pukul 09.00 WIB -10.00 WIB sebanyak 3.225 unit, & antara pukul 10.00-11.00 sebanyak 3.718 unit sepeda motor
“Tidak ada korban jiwa. Namun dari lima peristiwa itu terdapat dua orang korban luka-luka,” ujar Wakasatlantas Polresta Bekasi Kota, AKP Mustamal kepada Gobekasi di pos pelayanan simpang BCP, Sabtu (26/7)
Lebih jauh kata Mustamal, 5 peristiwa itu melibatkan, kendaraan roda dua dengan empat tiga kali serta kendaraan roda dua serta roda dua sebanyak dua kali.
“Semuanya diselesaikan secara musyawarah di lokasi, dan untuk tempat kejadian paling rawan kecelakaan yaitu di Jl. K.H Noer Ali kalimalang, lantaran masih banyak beberapa titik yang penerangan kurang,” terangnya
Faktor lainnya adalah di lokasi itu menjadi jalur utama pemudik melalui Kalimalang Jakarta yg mengarah ke Pantura,.
“Kami himbau pemudik tetap berhati-hati & beristirahat minimal 3 jam sekali di pos-pos pam yang ada,” tandasnya
Sementara petugas Pos Pam di simpang empat Bekasi Cyber Park (BCP) mencatat, arus pemudik bersepeda motor yang melintas di Jalan Mayor Hasibuan antara pukul 08.00 WIB – 09.00 WIB tercatat 3.133 unit sepeda motor, antara pukul 09.00 WIB -10.00 WIB sebanyak 3.225 unit, & antara pukul 10.00-11.00 sebanyak 3.718 unit sepeda motor
Pos Mudik Ini Bagi-bagi Tajil dan Uang untuk Pemudik
Pos Mudik Ini Bagi-bagi Tajil dan Uang untuk Pemudik - LEMBAGA Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Rakyat Ekonomi Kecil (Korek) membagi-bagikan bekal tambahan untuk pemudik yang kebetulan beristirahat di pos yang mereka dirikan, tepat di Kantor Pos Jl. Teuku Umar, Cikarang Barat.
Beberapa pemudik yang melepas lelah disuguhkan tajil sebelum mereka melanjutkan perjalan, selain itu LSM Korek juga memberikan uang untuk tambahan ongkos para pemudik.
Ketua Umum DPP LSM Korek, Alex Santosa mengatakan, aksinya tersebut merupakan wujud dari bakti LSM Korek sesuai dengan visi dan misi mereka untuk selalu berpatisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan.
“Kita memberikan semua ini karena lembaga kita berasal dari masyarakat untuk masyarakat dan semoga pemberian yang tidak seberapa ini menjadi manfaat besar untuk mereka,” ujar Alex.
Salah seorang pemudik asal Tanggerang, Pepen, mengapresiasi apa yang dilakukan lembaga tersebut. Pepen mengakui dia mudik dengan bekal uang yang pas-pasan, karena rindu tidak tertahankan, mau tak mau Pepen mudik tahun ini.
“Bersyukur, Mas. Kita niatnya istrahat malah dapet rezeki. Terima kasih semuanya,” kata Pepen yang akan melanjutkan perjalanannya bada Asar nanti
Beberapa pemudik yang melepas lelah disuguhkan tajil sebelum mereka melanjutkan perjalan, selain itu LSM Korek juga memberikan uang untuk tambahan ongkos para pemudik.
Ketua Umum DPP LSM Korek, Alex Santosa mengatakan, aksinya tersebut merupakan wujud dari bakti LSM Korek sesuai dengan visi dan misi mereka untuk selalu berpatisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan.
“Kita memberikan semua ini karena lembaga kita berasal dari masyarakat untuk masyarakat dan semoga pemberian yang tidak seberapa ini menjadi manfaat besar untuk mereka,” ujar Alex.
Salah seorang pemudik asal Tanggerang, Pepen, mengapresiasi apa yang dilakukan lembaga tersebut. Pepen mengakui dia mudik dengan bekal uang yang pas-pasan, karena rindu tidak tertahankan, mau tak mau Pepen mudik tahun ini.
“Bersyukur, Mas. Kita niatnya istrahat malah dapet rezeki. Terima kasih semuanya,” kata Pepen yang akan melanjutkan perjalanannya bada Asar nanti
Ratusan Buruh Bekasi Gelar Pawai Obor Galang Dana Palestina
Ratusan Buruh Bekasi Gelar Pawai Obor Galang Dana Palestina - Ratusan buruh yg tergabung dlm Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Bekasi,Jawa Barat mengelar aksi pawai obor keliling Kota Bekasi utk menggalang solidaritas dan memberikan dukungan yang terbaik kepada masyarakat Gaza, Palestina yg menjadi korban serangan Israel.
Dalam aksi pawai obor keliling itu, ratusan buruh SPSI berkumpul di kantor SPSI yang terletak di Jalan Ahmad Yani,Bekasi Selatan dan mengerjakan pawai obor keliling dari kantor SPSI menuju Sumarecon Bekasi melintasi jalan Bekasi Timur,Stasiun Bekasi serta kembali ke kantor SPSI Kota Bekasi.
Ratusan buruh SPSI Kota Bekasi mengecam aksi agresi militer israel terhadap rakyat Palestina. Bukan cuma itu, para buruh jg menggalangdana dari kaum buruh yang akn disalurkan langsung untuk rakyat Palestina di jalur Gaza.
Hermansyah, kordinator aksi ketika ditemui Liputan6.com mengatakan, penggalangan dana ini ialah tindakan nyata kita kaum buruh dalam memberikan dukungan dan solidaritas bagi rakyat palestina.
Menurut Hermansyah, tindakan agresi militer yang dilakukan oleh zionis Israel sungguh biadab serta tdk berperikemanusian. Terlebih, aksi tersebut dilakukan pada bulan suci Ramadan.
”kami mengutuk perbuatan zionis Israel. Kami yakin bahwa rakyat Palestina gak salah, di mana mereka saat ini sedang melakukan perjuangan untuk kemerdekaan dan kedaulatan bangsanya” ujarnya.
Selasa, 10 Juni 2014
Bekasi Kota Perjuangan
Setiap kali memandangi lambang Kota Bekasi, saya selalu teringat
masa-masa menjadi salah seorang juri sayembara lambang Kota Bekasi pada
1997. Salah satu pembahasan yang dilakukan juri adalah mengenai julukan
dan sesanti Kota Bekasi. Berbagai usulan meluncur, mulai Kota Iman, Kota
Ihsan, Kota Perjuangan, hingga Kota Patriot. Setelah melalui perdebatan
yang tidak terlalu panjang, tim juri yang diketuai Paray Said itu
akhirnya sepakat memakai “Kota Patriot”.
Kesepakatan dewan juri tersebut lantas disampaikan kepada Wali Kota Madya Bekasi Khailani AR dan DPRD. Setelah diketok DPRD, jadilah Peraturan Daerah Kota Bekasi nomor 01 tahun 1998 tentang Lambang Kota Bekasi. Dalam perda tersebut menerakan bahwa sesanti “Kota Patriot“ mengandung arti “Semangat pengabdian dalam perjuangan bangsa.” Adapun Kota Ihsan menjadi visi Kota Bekasi yang memiliki kepanjangan “Indah, Harmonis, Sejahtera, Aman dan Nyaman”.
Dari semua usulan yang masuk, saat itu saya lebih sreg dengan Kota Patriot dan Kota Perjuangan. Kata “Patriot” dan “Perjuangan” sama-sama memiliki makna yang kagak jauh-jauh amat. Buku “Kamus Besar Bahasa Indonesia” terbitan Balai Pustaka, menerangkan bahwa “Patriot” adalah pencinta (pembela) tanah air.
Sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya disebut patriotisme. Adapun “Perjuangan” mengandung makna peperangan atau perkelahian merebut kemerdekaan, usaha yang penuh dengan kesukaran dan bahaya.
Kedua kata ini bukan tanpa alasan. Bekasi memang benar-benar medan laga untuk menyabung nyawa para patriot atau pejuang, terutama pada masa revolusi atau perang kemerdekaan 1945-1949.
Cakung yang saat itu masih masuk dalam wilayah Kewedanaan Bekasi (sejak 1976 Cakung bersama Cilincing dan sebagian Pondok Gede “dicaplok” Jakarta), merupakan front terdepan pertahanan Republik Indonesia. Para pejuang dari Bekasi dan berbagai daerah, berhadapan langsung dengan tentara Sekutu-Inggris dan Nederlandsch IndiĆ« Civil Administratie (NICA) yang bermarkas di Jakarta.
Namun, “Kota Perjuangan” harus mengalah dengan “Kota Patriot”. Alasannya, selain “Kota Patriot” sudah didengungkan sejak lama, kata “Perjuangan” sudah dimiliki Kabupaten Karawang yang berjuluk “Kota Pangkal Perjuangan”.
Nah, dari sinilah saya jadi teringat cerita para pejuang angkatan ’45. Bermula pada 1984, tatkala saya melakukan penelitian sejarah Bekasi Dibom Sekutu 13 Desember 1945. Ketita itu, pejuang Cakung Aburrahim serta pejuang Bekasi M Husein Kamaliy dan Marzuki Hidayat (ayah saya), mengisahkan bahwa ketika Kabupaten Bekasi dipimpin Bupati Kepala Daerah Tingkat II Abdul Fatah (sebelum 1976), para pejuang Karawang berencana memberikan julukan Kabupaten Karawang sebagai Kota Patriot.
Mendengar kabar tersebut, para pejuang Bekasi tidak terima. Mereka mendatangi Bupati Bekasi Abdul Fatah. Pada kesempatan itu, mereka meminta agar julukan Kota Patriot tidak disandang Karawang, melainkan harus oleh Kabupaten Bekasi. Alasannya, ya, seperti yang saya uraikan di muka: Bekasi merupakan front terdepan pertahanan Republik Indonesia. “Sedangkan Karawang sebagai pusat atau pangkal komando perjuangan, sehingga Kabupaten Karawang lebih tepat dijuluki Kota Pangkal Perjuangan,” kata Abdurrahim.
Entah bagaimana ceritanya, tampaknya dilakukan diplomasi tingkat tinggi―belahan ini perlu dilakukan penelitian lebih serius–, maka perebutan julukan “Kota Patriot” pun adem. Yang jelas, julukan kabupaten Karawang benar-benar menjadi “Kota Pangkal Perjuangan,” sedangkan Kabupaten Bekasi menjadi “Kota Patriot”.
Menjelang perpisahan dengan induknya (Kabupaten Bekasi), Kota Admistratif Bekasi yang kemudian berubah statusnya menjadi Kota Madya Bekasi dan Kota Bekasi, Kota Bekasi membutuhkan lambang. Diselenggarakanlah sayembara lambang Kota Bekasi itu, yang salah satunya mencantumkan julukan “Kota Patriot” sebagai sesanti lambang Kota Bekasi. Adapun sesanti kabupaten Bekasi tetap “Swatantra Wibawa Mukti”.
Pelegalan julukan “Kota Patriot” menjadi sesanti Kota Bekasi pada 13 tahun lalu itu, kini amat terasa manfaatnya. Karena bersamaan dengan kian menyusutnya para pejuang dan saksi sejarah ’45, tidak sedikit generasi muda yang mempertanyakan keabsahan Kota Bekasi sebagai “Kota Patriot”. Semoga mencerahkan.
Kesepakatan dewan juri tersebut lantas disampaikan kepada Wali Kota Madya Bekasi Khailani AR dan DPRD. Setelah diketok DPRD, jadilah Peraturan Daerah Kota Bekasi nomor 01 tahun 1998 tentang Lambang Kota Bekasi. Dalam perda tersebut menerakan bahwa sesanti “Kota Patriot“ mengandung arti “Semangat pengabdian dalam perjuangan bangsa.” Adapun Kota Ihsan menjadi visi Kota Bekasi yang memiliki kepanjangan “Indah, Harmonis, Sejahtera, Aman dan Nyaman”.
Dari semua usulan yang masuk, saat itu saya lebih sreg dengan Kota Patriot dan Kota Perjuangan. Kata “Patriot” dan “Perjuangan” sama-sama memiliki makna yang kagak jauh-jauh amat. Buku “Kamus Besar Bahasa Indonesia” terbitan Balai Pustaka, menerangkan bahwa “Patriot” adalah pencinta (pembela) tanah air.
Sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya disebut patriotisme. Adapun “Perjuangan” mengandung makna peperangan atau perkelahian merebut kemerdekaan, usaha yang penuh dengan kesukaran dan bahaya.
Kedua kata ini bukan tanpa alasan. Bekasi memang benar-benar medan laga untuk menyabung nyawa para patriot atau pejuang, terutama pada masa revolusi atau perang kemerdekaan 1945-1949.
Cakung yang saat itu masih masuk dalam wilayah Kewedanaan Bekasi (sejak 1976 Cakung bersama Cilincing dan sebagian Pondok Gede “dicaplok” Jakarta), merupakan front terdepan pertahanan Republik Indonesia. Para pejuang dari Bekasi dan berbagai daerah, berhadapan langsung dengan tentara Sekutu-Inggris dan Nederlandsch IndiĆ« Civil Administratie (NICA) yang bermarkas di Jakarta.
Namun, “Kota Perjuangan” harus mengalah dengan “Kota Patriot”. Alasannya, selain “Kota Patriot” sudah didengungkan sejak lama, kata “Perjuangan” sudah dimiliki Kabupaten Karawang yang berjuluk “Kota Pangkal Perjuangan”.
Nah, dari sinilah saya jadi teringat cerita para pejuang angkatan ’45. Bermula pada 1984, tatkala saya melakukan penelitian sejarah Bekasi Dibom Sekutu 13 Desember 1945. Ketita itu, pejuang Cakung Aburrahim serta pejuang Bekasi M Husein Kamaliy dan Marzuki Hidayat (ayah saya), mengisahkan bahwa ketika Kabupaten Bekasi dipimpin Bupati Kepala Daerah Tingkat II Abdul Fatah (sebelum 1976), para pejuang Karawang berencana memberikan julukan Kabupaten Karawang sebagai Kota Patriot.
Mendengar kabar tersebut, para pejuang Bekasi tidak terima. Mereka mendatangi Bupati Bekasi Abdul Fatah. Pada kesempatan itu, mereka meminta agar julukan Kota Patriot tidak disandang Karawang, melainkan harus oleh Kabupaten Bekasi. Alasannya, ya, seperti yang saya uraikan di muka: Bekasi merupakan front terdepan pertahanan Republik Indonesia. “Sedangkan Karawang sebagai pusat atau pangkal komando perjuangan, sehingga Kabupaten Karawang lebih tepat dijuluki Kota Pangkal Perjuangan,” kata Abdurrahim.
Entah bagaimana ceritanya, tampaknya dilakukan diplomasi tingkat tinggi―belahan ini perlu dilakukan penelitian lebih serius–, maka perebutan julukan “Kota Patriot” pun adem. Yang jelas, julukan kabupaten Karawang benar-benar menjadi “Kota Pangkal Perjuangan,” sedangkan Kabupaten Bekasi menjadi “Kota Patriot”.
Menjelang perpisahan dengan induknya (Kabupaten Bekasi), Kota Admistratif Bekasi yang kemudian berubah statusnya menjadi Kota Madya Bekasi dan Kota Bekasi, Kota Bekasi membutuhkan lambang. Diselenggarakanlah sayembara lambang Kota Bekasi itu, yang salah satunya mencantumkan julukan “Kota Patriot” sebagai sesanti lambang Kota Bekasi. Adapun sesanti kabupaten Bekasi tetap “Swatantra Wibawa Mukti”.
Pelegalan julukan “Kota Patriot” menjadi sesanti Kota Bekasi pada 13 tahun lalu itu, kini amat terasa manfaatnya. Karena bersamaan dengan kian menyusutnya para pejuang dan saksi sejarah ’45, tidak sedikit generasi muda yang mempertanyakan keabsahan Kota Bekasi sebagai “Kota Patriot”. Semoga mencerahkan.
Monumen Sejarah dan Cagar Budaya Bekasi
1. Monumen Perjuangan Rakyat ( Alun-alun Bekasi )
Monumen Perjuangan Rakyat
ini terletak di Jalan Veteran Kota Bekasi atau tepatnya di Alun-alun
Depan Kantor Polresta Bekasi. Monumen ini didirikan pada tanggal 5 Juli
1955. Dibuat dalam rangka menyambut HUT Proklamasi RI ke-10 dan HUT
Kabupaten Bekasi ke-5 tahun 1955. Pembuatan monumen ini diprakarsai dan
dibiayai oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Bentuk Monumen ini berupa tugu
persegi lima terbuat dari batu bata. Tinggi Tugu 5.08 cm termasuk dasar
tugu dikelilingi pagar tembok tinggi 1 meter dan masing-masing 3 meter
juga persegi lima, dengan pengertian Pancasila.
Monumen ini didirikan untuk memperingati beberapa peristiwa yang terjadi di Bekasi, yaitu :
a. Peristiwa bulan Agustus 1945
b. Peristiwa Awal bulan Pebruari 1950 ( Penentuan Resolusi Rakyat Bekasi ).
2. Tugu Perjuangan Rakyat di Bekasi
Monumen ini didirikan
pada tahun 1975 pada masa pemerintahan Bupati Abdul Fatah, dan
diresmikan oleh Gubernur Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat. Monumen
ini melambangkan perjuangan yang gigih dan patriotisme yang tinggi
bangsa Indonesia dalam memperjuangkan daerah front perjuangan di daerah
Bekasi, sehingga monumen ini disebut " Tugu Perjuangan Rakyat di Bekasi
", karena di wilayah Bekasi berbagai penjuru pejuang datang dari wilayah
lain berkumpul dan berjuang mempertahankan.
Monumen ini terletak di Jalan Ahmad
Yani Kota Bekasi ( pada areal Stadion Bekasi ). Secara fisik, Monumen
ini terpancang lima buah tugu yang setiap bagian puncaknya dibuat
meruncing, masing-masing berhadapan satu sama lain dan tingginya 17
meter, sebagai replika kelima sila Pancasila dan gambaran komitmen untuk
senantiasa memelihara "persatuan dan kesatuan bangsa". Hal ini juga
menggambarkan begitu besarnya perjuangan rakyat Bekasi dalam merebut dan
mempertahankan kemerdekaan RI.
Di Bagian tengah, terdapat kolam
berbentuk 5 (lima) tiang pancang yang melambangkan Pancasila. Di
belakang monumen ada relief perjuangan rakyat Bekasi mulai jaman Tuan
Tanah, Jaman Belanda, Jaman Jepang, Jaman Kemerdekaan Repulik Indonesia
sampai memasuki Jaman pembangunan yang dipahatkan pada Batu semen
persegi panjang dan dari arah depan monumen terukir sebuah syair seorang
sastrawan Chairil Anwar yang ikut terjun langsung ke medan perang di
Bekasi. Disekitar kelima Tugu tersebut terdapat kolam berbentuk persegi
lima yang berisi air dengan pancaran air mancur sebanyak 17 buah (
walaupun sekarang ini tidak berfungsi lagi dengan baik ). Kolam dan air
gambaran akan nikmatnya Allah yang sangat besar bagi daerah Bekasi.
3. Gedung Papak
Gedung bersejarah ini
terletak di jalan Ir. H. Djuanda Kota Bekasi, tepatnya di Bekas Areal
Perkantoran Walikota Bekasi. Gedung Papak merupakan salah satu bangunan
bersejarah yang turut memberikan kesaksian atas perjuangan rakyat Bekasi
pada masa Revolusi fisik. Secara historis, Gedung Papak ini dahulu
milik seorang keturunan Tionghoa bernama Lee Guan Chin. Ia seorang
pengusaha yang memiliki banyak pabrik penggilingan berkas ( sekitar
Bekasi dan Karawang ). Namun, yang tinggi terhadap perjuangan rakyat
Bekasi. Bahkan, memiliki hubungan yang baik dengan gerakan kerakyatan
pimpinan K.H Noer Alie. Bahkan, Gedung Papak ini diserahkan secara
sukarela sebagai salah satu markas perjuangan rakyat Bekasi. Pada Tahun
1982, Gedung papak kemudian menjadi rumah dinas Walikota sejak masa
Walikota H. Soejono hingga masa H.Kailani
4. Tugu di Jalan KH Agus Salim Bekasi
Monumen berbentuk tugu
ini terbuat dari batu persegi yang pada bagian atasnya terdapat kepala
dengan sekelilingnya terdapat pecahan-pecahan peluru meriam, mortir,
granat tangan, dan kelongsong peluru ukuran 12,7 mm. Latar Belakang dari
pembangunan tugu ini adalah peristiwa aksi pembakaran kota Bekasi
desember 1945 yang dipicu oleh kemarahan Panglima Tentara Sekutu,
Jenderal Christison.
5. Masjid Agung Al-Barkah
Masjid ini dibangun pada
tahun 1890 di atas tanah wakaf milik Bahrun dengan luas 3000 meter
persegi. Masjid ini menjadi pusat syiar Islam dan menjadi area publik
dengan keindahan taman kota di Alun-alun Kota Bekasi.
6. Monumen Kali Bekasi : Last Japanese Standing in Indonesia
Insiden Kali Bekasi,
adalah peristiwa yang menggambarkan kepatriotan rakyat Bekasi. 19
Oktober 1945, meluncur kereta yang membawa tawanan Jepang menuju Ciater
(dipulangkan melalui lapangan udara Kalijati). namun, pejuang Cikampek
memerintahkan kembali ke Jakarta. pejuang Bekasi sudah menunggu, di
Stasiun Bekasi kereta digeledah dan ditemukan senjata api. rakyat
beringas, walau awak kereta menghadang dan memperlihatkan surat perintah
jalan dari Menteri Subardjo dan ditandatangani Bung Karno, rakyat
Bekasi tetap menggelandang tawanan ke Kali Bekasi, setelah maghrib,
tawanan ditelanjangi dan dibantai. Kali bekasi yang jernih memerah
darah. pembangunan monumen ini adalah simbol perdamaian dan cinta kasih.
tiap tahun ada peristiwa tabur bunga.
7. Gedung Tinggi
Gedung ini terletak di
Jalan Hasanudin No.5 Tambun - Bekasi. Pemilik pertama gedung ini adalah
seorang Cina bernama Kouw Oen Huy (Kapitain).
Gedung tersebut berada di bawah
pengawasan pemerintahan Jepang sampai tahun 1945. kemudian setelah
jepang menyerah pada sekutu, gedung diambil alih oleh pemerintah
Indonesia dan pernah dijadikan kantor Kabupaten Jatinegara.
8. Monumen Bambu Runcing
Monumen ini terletak di Desa
Warung Bongkok, Kecamatan Cibitung. Monumen ini merupakan perlambang
daerah pertempuran kota bekasi dengan tentara sekutu tanggal 13 Desember
1945. Monumen ini menyerupai bambu runcing menghadap ke atas,
panjangnya 2,92 meter, lebarnya 2,92 meter , sedangkan tinggi
keseluruhan 5,56 meter.
9. Pondok Gede
Pondok gede merupakan
sebuah bangunan sejarah yang telah hilang. istilah daerah Pondok Gede
berawal dari penamaan bangunan tersebut. Bangunan ini berawal tahun
1775, seorang Belanda bernama Hooyman, dengan gaya Eropa bercampur corak
jawa. Kini, bangunan ini tinggal sejarah, karena pada tahun 1990-an,
digantikan dengan proyek swalayan akibat ketidakpahaman tentang
pelestarian bangunan bersejarah.
Langganan:
Postingan (Atom)