Kesepakatan dewan juri tersebut lantas disampaikan kepada Wali Kota Madya Bekasi Khailani AR dan DPRD. Setelah diketok DPRD, jadilah Peraturan Daerah Kota Bekasi nomor 01 tahun 1998 tentang Lambang Kota Bekasi. Dalam perda tersebut menerakan bahwa sesanti “Kota Patriot“ mengandung arti “Semangat pengabdian dalam perjuangan bangsa.” Adapun Kota Ihsan menjadi visi Kota Bekasi yang memiliki kepanjangan “Indah, Harmonis, Sejahtera, Aman dan Nyaman”.
Dari semua usulan yang masuk, saat itu saya lebih sreg dengan Kota Patriot dan Kota Perjuangan. Kata “Patriot” dan “Perjuangan” sama-sama memiliki makna yang kagak jauh-jauh amat. Buku “Kamus Besar Bahasa Indonesia” terbitan Balai Pustaka, menerangkan bahwa “Patriot” adalah pencinta (pembela) tanah air.
Sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya disebut patriotisme. Adapun “Perjuangan” mengandung makna peperangan atau perkelahian merebut kemerdekaan, usaha yang penuh dengan kesukaran dan bahaya.
Kedua kata ini bukan tanpa alasan. Bekasi memang benar-benar medan laga untuk menyabung nyawa para patriot atau pejuang, terutama pada masa revolusi atau perang kemerdekaan 1945-1949.
Cakung yang saat itu masih masuk dalam wilayah Kewedanaan Bekasi (sejak 1976 Cakung bersama Cilincing dan sebagian Pondok Gede “dicaplok” Jakarta), merupakan front terdepan pertahanan Republik Indonesia. Para pejuang dari Bekasi dan berbagai daerah, berhadapan langsung dengan tentara Sekutu-Inggris dan Nederlandsch IndiĆ« Civil Administratie (NICA) yang bermarkas di Jakarta.
Namun, “Kota Perjuangan” harus mengalah dengan “Kota Patriot”. Alasannya, selain “Kota Patriot” sudah didengungkan sejak lama, kata “Perjuangan” sudah dimiliki Kabupaten Karawang yang berjuluk “Kota Pangkal Perjuangan”.
Nah, dari sinilah saya jadi teringat cerita para pejuang angkatan ’45. Bermula pada 1984, tatkala saya melakukan penelitian sejarah Bekasi Dibom Sekutu 13 Desember 1945. Ketita itu, pejuang Cakung Aburrahim serta pejuang Bekasi M Husein Kamaliy dan Marzuki Hidayat (ayah saya), mengisahkan bahwa ketika Kabupaten Bekasi dipimpin Bupati Kepala Daerah Tingkat II Abdul Fatah (sebelum 1976), para pejuang Karawang berencana memberikan julukan Kabupaten Karawang sebagai Kota Patriot.
Mendengar kabar tersebut, para pejuang Bekasi tidak terima. Mereka mendatangi Bupati Bekasi Abdul Fatah. Pada kesempatan itu, mereka meminta agar julukan Kota Patriot tidak disandang Karawang, melainkan harus oleh Kabupaten Bekasi. Alasannya, ya, seperti yang saya uraikan di muka: Bekasi merupakan front terdepan pertahanan Republik Indonesia. “Sedangkan Karawang sebagai pusat atau pangkal komando perjuangan, sehingga Kabupaten Karawang lebih tepat dijuluki Kota Pangkal Perjuangan,” kata Abdurrahim.
Entah bagaimana ceritanya, tampaknya dilakukan diplomasi tingkat tinggi―belahan ini perlu dilakukan penelitian lebih serius–, maka perebutan julukan “Kota Patriot” pun adem. Yang jelas, julukan kabupaten Karawang benar-benar menjadi “Kota Pangkal Perjuangan,” sedangkan Kabupaten Bekasi menjadi “Kota Patriot”.
Menjelang perpisahan dengan induknya (Kabupaten Bekasi), Kota Admistratif Bekasi yang kemudian berubah statusnya menjadi Kota Madya Bekasi dan Kota Bekasi, Kota Bekasi membutuhkan lambang. Diselenggarakanlah sayembara lambang Kota Bekasi itu, yang salah satunya mencantumkan julukan “Kota Patriot” sebagai sesanti lambang Kota Bekasi. Adapun sesanti kabupaten Bekasi tetap “Swatantra Wibawa Mukti”.
Pelegalan julukan “Kota Patriot” menjadi sesanti Kota Bekasi pada 13 tahun lalu itu, kini amat terasa manfaatnya. Karena bersamaan dengan kian menyusutnya para pejuang dan saksi sejarah ’45, tidak sedikit generasi muda yang mempertanyakan keabsahan Kota Bekasi sebagai “Kota Patriot”. Semoga mencerahkan.
Monumen Sejarah dan Cagar Budaya Bekasi
1. Monumen Perjuangan Rakyat ( Alun-alun Bekasi )
Monumen Perjuangan Rakyat
ini terletak di Jalan Veteran Kota Bekasi atau tepatnya di Alun-alun
Depan Kantor Polresta Bekasi. Monumen ini didirikan pada tanggal 5 Juli
1955. Dibuat dalam rangka menyambut HUT Proklamasi RI ke-10 dan HUT
Kabupaten Bekasi ke-5 tahun 1955. Pembuatan monumen ini diprakarsai dan
dibiayai oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Bentuk Monumen ini berupa tugu
persegi lima terbuat dari batu bata. Tinggi Tugu 5.08 cm termasuk dasar
tugu dikelilingi pagar tembok tinggi 1 meter dan masing-masing 3 meter
juga persegi lima, dengan pengertian Pancasila.
Monumen ini didirikan untuk memperingati beberapa peristiwa yang terjadi di Bekasi, yaitu :
a. Peristiwa bulan Agustus 1945
b. Peristiwa Awal bulan Pebruari 1950 ( Penentuan Resolusi Rakyat Bekasi ).
2. Tugu Perjuangan Rakyat di Bekasi
Monumen ini didirikan
pada tahun 1975 pada masa pemerintahan Bupati Abdul Fatah, dan
diresmikan oleh Gubernur Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat. Monumen
ini melambangkan perjuangan yang gigih dan patriotisme yang tinggi
bangsa Indonesia dalam memperjuangkan daerah front perjuangan di daerah
Bekasi, sehingga monumen ini disebut " Tugu Perjuangan Rakyat di Bekasi
", karena di wilayah Bekasi berbagai penjuru pejuang datang dari wilayah
lain berkumpul dan berjuang mempertahankan.
Monumen ini terletak di Jalan Ahmad
Yani Kota Bekasi ( pada areal Stadion Bekasi ). Secara fisik, Monumen
ini terpancang lima buah tugu yang setiap bagian puncaknya dibuat
meruncing, masing-masing berhadapan satu sama lain dan tingginya 17
meter, sebagai replika kelima sila Pancasila dan gambaran komitmen untuk
senantiasa memelihara "persatuan dan kesatuan bangsa". Hal ini juga
menggambarkan begitu besarnya perjuangan rakyat Bekasi dalam merebut dan
mempertahankan kemerdekaan RI.
Di Bagian tengah, terdapat kolam
berbentuk 5 (lima) tiang pancang yang melambangkan Pancasila. Di
belakang monumen ada relief perjuangan rakyat Bekasi mulai jaman Tuan
Tanah, Jaman Belanda, Jaman Jepang, Jaman Kemerdekaan Repulik Indonesia
sampai memasuki Jaman pembangunan yang dipahatkan pada Batu semen
persegi panjang dan dari arah depan monumen terukir sebuah syair seorang
sastrawan Chairil Anwar yang ikut terjun langsung ke medan perang di
Bekasi. Disekitar kelima Tugu tersebut terdapat kolam berbentuk persegi
lima yang berisi air dengan pancaran air mancur sebanyak 17 buah (
walaupun sekarang ini tidak berfungsi lagi dengan baik ). Kolam dan air
gambaran akan nikmatnya Allah yang sangat besar bagi daerah Bekasi.
3. Gedung Papak
Gedung bersejarah ini
terletak di jalan Ir. H. Djuanda Kota Bekasi, tepatnya di Bekas Areal
Perkantoran Walikota Bekasi. Gedung Papak merupakan salah satu bangunan
bersejarah yang turut memberikan kesaksian atas perjuangan rakyat Bekasi
pada masa Revolusi fisik. Secara historis, Gedung Papak ini dahulu
milik seorang keturunan Tionghoa bernama Lee Guan Chin. Ia seorang
pengusaha yang memiliki banyak pabrik penggilingan berkas ( sekitar
Bekasi dan Karawang ). Namun, yang tinggi terhadap perjuangan rakyat
Bekasi. Bahkan, memiliki hubungan yang baik dengan gerakan kerakyatan
pimpinan K.H Noer Alie. Bahkan, Gedung Papak ini diserahkan secara
sukarela sebagai salah satu markas perjuangan rakyat Bekasi. Pada Tahun
1982, Gedung papak kemudian menjadi rumah dinas Walikota sejak masa
Walikota H. Soejono hingga masa H.Kailani
4. Tugu di Jalan KH Agus Salim Bekasi
Monumen berbentuk tugu
ini terbuat dari batu persegi yang pada bagian atasnya terdapat kepala
dengan sekelilingnya terdapat pecahan-pecahan peluru meriam, mortir,
granat tangan, dan kelongsong peluru ukuran 12,7 mm. Latar Belakang dari
pembangunan tugu ini adalah peristiwa aksi pembakaran kota Bekasi
desember 1945 yang dipicu oleh kemarahan Panglima Tentara Sekutu,
Jenderal Christison.
5. Masjid Agung Al-Barkah
Masjid ini dibangun pada
tahun 1890 di atas tanah wakaf milik Bahrun dengan luas 3000 meter
persegi. Masjid ini menjadi pusat syiar Islam dan menjadi area publik
dengan keindahan taman kota di Alun-alun Kota Bekasi.
6. Monumen Kali Bekasi : Last Japanese Standing in Indonesia
Insiden Kali Bekasi,
adalah peristiwa yang menggambarkan kepatriotan rakyat Bekasi. 19
Oktober 1945, meluncur kereta yang membawa tawanan Jepang menuju Ciater
(dipulangkan melalui lapangan udara Kalijati). namun, pejuang Cikampek
memerintahkan kembali ke Jakarta. pejuang Bekasi sudah menunggu, di
Stasiun Bekasi kereta digeledah dan ditemukan senjata api. rakyat
beringas, walau awak kereta menghadang dan memperlihatkan surat perintah
jalan dari Menteri Subardjo dan ditandatangani Bung Karno, rakyat
Bekasi tetap menggelandang tawanan ke Kali Bekasi, setelah maghrib,
tawanan ditelanjangi dan dibantai. Kali bekasi yang jernih memerah
darah. pembangunan monumen ini adalah simbol perdamaian dan cinta kasih.
tiap tahun ada peristiwa tabur bunga.
7. Gedung Tinggi
Gedung ini terletak di
Jalan Hasanudin No.5 Tambun - Bekasi. Pemilik pertama gedung ini adalah
seorang Cina bernama Kouw Oen Huy (Kapitain).
Gedung tersebut berada di bawah
pengawasan pemerintahan Jepang sampai tahun 1945. kemudian setelah
jepang menyerah pada sekutu, gedung diambil alih oleh pemerintah
Indonesia dan pernah dijadikan kantor Kabupaten Jatinegara.
8. Monumen Bambu Runcing
Monumen ini terletak di Desa
Warung Bongkok, Kecamatan Cibitung. Monumen ini merupakan perlambang
daerah pertempuran kota bekasi dengan tentara sekutu tanggal 13 Desember
1945. Monumen ini menyerupai bambu runcing menghadap ke atas,
panjangnya 2,92 meter, lebarnya 2,92 meter , sedangkan tinggi
keseluruhan 5,56 meter.
9. Pondok Gede
Pondok gede merupakan
sebuah bangunan sejarah yang telah hilang. istilah daerah Pondok Gede
berawal dari penamaan bangunan tersebut. Bangunan ini berawal tahun
1775, seorang Belanda bernama Hooyman, dengan gaya Eropa bercampur corak
jawa. Kini, bangunan ini tinggal sejarah, karena pada tahun 1990-an,
digantikan dengan proyek swalayan akibat ketidakpahaman tentang
pelestarian bangunan bersejarah.